4 April 2013

A Letter For You

Ini tentang kamu. Jujur, sebenarnya aku nggak bisa nulis kata-kata tentangmu dengan baik, nggak bisa mengatakan sesuatu tentangmu seperti yang aku inginkan. Gampangnya nulis aja ngga bisa apalagi mengatakannya. Aku hanya tahu bahwa aku bisa mengetik kata-kata saja. Menceritakan tentang kamu juga merupakan hal rumit yang lain. Tapi tak ada salahnya aku ketik saja kata-kata ini, seperti biasa, mengalir bak air. Entahlah kamu akan membacanya atau tidak, kamu akan mengetahui kata-kata ini terangkai pun entah. Sebagaimana kamu nggak tahu apa yang aku rasakan tentangmu di saat ini. Tapi biarlah kata-kata ini menceritakan dengan caranya sendiri. 

Ketika kutulis judul ini, awalnya aku berpikir ini akan mudah. Iya seperti yang tadi aku bilang tadi, tinggal membiarkan kata-kata ini berjalan dengan sendirinya menceritakan semuanya. Tapi kenyataannya, kata-kata pun seperti masih malu untuk muncul berkisah. Butuh waktu untuk membuat kata-kata itu keluar. Padahal cerita ini sudah aku pendam sejak lama.

Aku mengenal kamu, memang tak cukup lama, terkadang aku mempertanyakannya kepada Tuhan kenapa baru sekarang aku dipertemukan, kenapa ngga dari dulu sehingga aku bisa mengenalmu lebih dalam. Suatu waktu ketika aku sedang (kembali) mempertanyakan hal ini, aku tersadar bahwa Tuhan selalu mempunyai rencana di setiap kejadian. Dan kemudian aku mengerti bahwa waktu yang singkat ini membuat segalanya lebih indah. Indah? Mungkin bukan kata indah disini, tapi lebih kesimpelan yang indah, atau apalah itu, aku tak bisa menemukan kata yang benar-benar pas untuk menggambarkan ini. Kesimpelan inilah yang mencipta keakraban layaknya sahabat ini. Keakraban inilah yang menjadi awal munculnya rasa ini. Perasaan yang sama sekali tak pernah kuduga selama ini.

Awalnya biasa saja, iya biasa saja, sampai keakraban itu membuat kita dekat, entahlah cuma aku yang ngerasa dekat atau kamu juga merasakan hal sama denganku, yang jelas aku lebih suka menyebut kita dekat. Dekat, saling mengenal hingga saling membantu. Sampai rasa yang tak kuduga itu datang, Aku suka padamu, pada hadirmu. Ketika sadar jarak akan segera memisahkan kita saat itu, karena memang waktu ini terlalu singkat, aku berusaha memberikanmu yang terbaik karena suatu hari, kamu akan menjadi sebuah memori bagi sebagian orang. Aku hanya akukan yang terbaik untukmu selagi masih bisa bersua. Dari perubahan perilakuku belakangan mungkin kamu sudah merasakan tentang rasaku padamu atau masih meragukannya, sehingga kamu terkesan tak tahu atau tak mau tahu, entahlah.

Sayang hingga jarak memisahkan kita, aku belum berani mengungkapkannya padamu. Kenapa? Terlalu rumit untuk diceritakan, awalnya aku ingin menceritakannya disini, tapi ah terlalu complicated. Aku berpikir ini yang terbaik, meski aku harus rela mengubur dalam-dalam rasaku. Aku hanya tidak ingin menyakitimu. Iya aku tidak ingin menyakitimu. Meski kamu mungkin berpikir bahwa aku bukanlah gentleman yang hanya bisa merangkai kata, tapi aku lega akhirnya aku bisa menceritakan ini semua disini, meski endingnya penuh misteri, aku harap aku bisa menceritakannya padamu suatu saat nanti. Meski kita sudah dipisahkan jarak, aku harap kita masih menjalin keakraban seperti dulu. Aku ingin perjalanan keakraban sebagai sahabat ini tak dirusak oleh perasaanku ini. Kalau Tuhan memang menghendaki kita berjumpa dan bersatu, kita pasti akan bersua. Pancarkan terus pesonamu. Sampai jumpa di perjumpaan selanjutnya.
"Biarlah setiap detik bersamamu dulu menjadi sesuatu yang akan kuhargai sepanjang hidupku"