26 Mei 2009

Pelajaran Hidup Dari Seorang Loper Koran

Rabu Malam, Tanggal 21 Mei lalu, saat itu aku sedang dalam perjalanan pulang dari tempat temanku di jalan Kaliurang, pusing dan capek “sangat setia” menemaniku dalam perjalananku ini.. Karena itulah, saya kebut Nouvo-ku saking tidak sabarnya untuk sampai kos & tidur. Kebetulan saat itu, saya melewati jalan Gayam, deket Stadion Mandala Krida. Tiba-tiba perutku kerasa sangat lapar, Saya perlambat kecepatan motorku untuk mencari warung Burjo sekedar untuk mengisi perut, pada saat mencari itu aku tidak sengaja melihat ke sebuah posko dipinggir jalan. Ketika aku lihat lebih dekat barulah aku tersadar kalau disitu ada seorang penjual koran (maaf) dengan kursi roda, koran diatas pahanya ditutupi plastik, duduk dipojokan sendirian.

“Degg...Astaghfirullah, perasaan kasihan, iba, kagum, takjub, bercampur dalam pikiranku, dia hanya penjual koran, punya kekurangan indra, tapi dia punya semangat yang besar untuk berusaha, punya semangat yang besar untuk menghadapi cobaan, punya jiwa yang besar untuk tidak menyesali semua beban yang dia pikul, tidak berputus asa, sedangkan aku hanya orang berhati kerdil, yang kadang ketika diberikan sedikit beban, sudah merasa sakit, gampang menyerah, dia lebih hebat dari aku, aku yang taunya cuma mengeluh, gampang jatuh ketika terpuruk.

Setelah berjalan beberapa saat ternyata tidak ketemu juga warung-nya, aku putuskan untuk langsung pulang, sadar jam sudah hampir menunjuk angka 11 tandanya pintu gerbang kosku ditutup, aku putuskan langsing pulang saja tak peduli lagi ma perut, gampang nanti bisa minum susu atau makan apalah dikos nanti.
Sesampai di kos setelah bersih-bersih aku rebahkan badanku yang sudah capek ini, saat itu saya kembali teringat dengan loper koran tadi, Sejenak aku bersyukur dalam hati kepada masih diberikan sedikit kehidupan lebih dari dia, diberikan sedikit nikmat lebih dari dia, diberikan rejeki lebih dari dia...

Dua hari kemudian...

Sabtu pagi, tanggal 23 Mei, aku pergi ke Kampus I UAD, saat itu pulangnya melewati Jl. Kapas, aku kembali melihat loper koran yang ku lihat hari Rabu lalu, dia “berjalan” diatas kursi roda, dia membawa koran, dengan muka yang cerah, tersenyum, seakan dia melewati semuanya tanpa beban...

Kembali aku merasa rendah di depan dia, sambil mengucap dalam hati “ Ya ALLAH... Jadikan hambamu ini dari golongan orang2 yang selalu bersyukur atas nikmatMU”. Hari ini aku dapat pelajaran dari tukang koran, pelajaran hidup yang tak ternilai.
Baca Selanjutnya...

Semoga Cerita Lama Anggota Dewan Berakhir...

Pesta demokrasi, Pemilu Legislatif telah usai, hasilnya pun telah diumumkan oleh KPU, serta pembagian “jatah” DPR telah diumumkan minggu kemarin tanggal 24 Mei. Alhamdulillah akhirnya Pemilu Legislatif ini telah usai walau masih terdapat banyak permasalahan di dalamnya.

Para Caleg yang terpilih berasal dari berbagai macam kehidupan, ada yang dari kaum pinggiran, kaum profesional sampai artis. Diantara para legislator yang terpilih banyak diantaranya adalah legislator baru. Apakah mereka mampu mengemban tugasnya??? Atau hanya meneruskan cerita lama kita di Senayan, Anggota legislatif baru, korupsi baru.. Semoga saja tidak..

Sekilas aku ingin menceritakan Caleg menurut pandanganku:
Caleg ketika kampanye, berjuta janji-janji meluncur bak roket di Perang Dunia II, kedermawanannya kepada rakyat kecil seperti sinterclass saat Natal; tiada tandingan dalam memberikan bantuan apapun kepada rakyat (politik uang???).
Ketika tiba saat pengumuman hasil Pemilu, mereka, caleg yang tadinya begitu berwibawa dalam berkampanya dan super dermawan tiba-tiba berubah 180 derajat.. Mereka yang kalah, banyak yang menarik bantuannya (menunjukan kebusukannya), Stress/ Gila bahkan ada yang sampai bunuh diri karena saking kecewanya, begitu banyak harta yang telah terbuang untuk kampanye tapi tetap saja gagal... Intinya mereka yang gagal, ingin modal kampanyenya selama ini dikembalikan. Dramatis dan konyol, menrutku itu sangat menyedihkan.

Begitu menyimak peristiwa tentang Caleg yang gagal, aku jadi khawatir terhadap Caleg yang terpilih. Setelah keinginan tercapai, jabatan datang kepadanya, tak ada lagi senyum sapah, tak ada lagi kedermawanan tanpa pamrih, tiada lagi kecintaan tulus, semuanya tersapuh dalam orientasi nafsu kekuasaan, menumpuk harta (mungkin juga untuk mngganti modal kampanye yang telah dikeluarkan begitu besar seperti yang diinginkan oleh Caleg yang gagal) seperti apa yang telah terjadi di era-era sebelumnya, meneruskan cerita lama, ANGGOTA LEGISLATIF BARU, KORUPSI BARU.
Ini hanya sekelumit ceritaku mengenai Caleg, tidak semua Caleg seperti apa yang aku katakan (semoga saja).

Terlepas dari semua itu, aku ingin mengucapkan selamat datang anggota legislatif baru. Mudah-mudahan anggota dewan baru ini tidak termasuk golongan yang pandai makan uang rakyat alias tukang korupsi. Menjadi anggota dewan bukanlah sekadar suatu pekerjaan. Itu adalah amanah rakyat. Amanah rakyat jangan hanya dijadikan seutas janji belaka. Buktikan, jangan malah dikorupsi.

Kepada anggota dewan baru, harapan saya hanya satu. Jagalah reputasinya sendiri sebagai wakil rakyat dan mampu ''meregulasi'' rakyat dengan baik sehingga dengan demikian budaya korupsi tidak akan ada lagi.
Selamat datang parlemen baru, semoga sejarah tak lagi mengecap namamu sebagai benalu, semoga rakyat tidak lagi menjulukimu sebagai tak tahu malu, semoga penjara tak lagi menjadi rumah masa depanmu, semoga neraka bukan tujuan akhirmu.
Baca Selanjutnya...

9 Mei 2009

Penggunaan CT Scan Tingkatkan Resiko Kanker

Patah tulang, cedera hebat pada bagian kepala, penyumbatan arteri koroner adalah kondisi yang dapat dibuat untuk dapat dilihat melalui sinar X dan tak ada keraguan sama sekali karena hasil tampilan tersebut sangat berguna pada saat digukan sebagaiman mestinya.

Di sisi lain pengambilan gambar dengan sinar X dapat menimbulkan penyakit kanker. Karenanya pasien dinasihati untuk menanyakan secara kritis segala sesuatu mengenai sinar X apabila akan menjalani pengobatan menggunakan sinar X.

Sinar X menghasilkan radiasi ion yang juga terjadi secara alami .Dosis yang efektif yang dapat diterima oleh manusia diukur dengan satuan ukuran millisiverts, yaitu satuan ukuran radiasi.

Angka rata-rata pajanan sinar X yang normal adalah 2,1 millisievert per tahun, demikian dikatakan oleh pihak Lembaga Perlindungan Terhadap Radiasi di Salzgitter, Jerman.

Sebagai pembanding seorang pasien yang menjalani CT (computed Tomography) atau CT Scan dibagian kepala mereka menerima dosis 2 hingga 4 millisiever, demikian dikatakan oleh ahli radiologi Chritoph Heyer dari Perkumpulan Pekerja Klinik di Universitas Ruhr di Bochum.

Apabila seorang pasein terkena pajanan sinar X sebesar 0,03 hingga 0,1 milliesievert, maka hal itu tidak berarti si pasien menerima sinar X kadar ringan,” kata Heyer.

“Setiap pajanan sinar X berarti terjadi radiasi dan tak ada batasan dimana kerusakan dapat dihindari,` kata heyer lagi.

“Penggunaan CT Scan murni untuk memeriksa kesehatan karena tak ada gejala klinis atau faktor resiko tinggi yang dapat membuat kesimpulan yang keliru,” kata Reinhard loose, kepala Institut Diagnostik dan Radiologi Intervensional di rumah sakit North Nurnberg.

Juga ketika seorang pasien mengalami sakit yang serius merek harus mengajukan pertanyaan kritis, kata Heyer sambil menambahkan bahwa seringkali pasien secara otomatis digiring ke bagian radiology tanpa kejelasan tujuannya.

Menurut Wolfram Koenig, Kepala badan Perlindungan Terhadap radiasi Jerman , pengambilan foto sinar X seringkali digunakan tanpa kejelasan klepentingannya.

“Maka, pasien harus melakukan sesuatu sebelum itu terjadi dengan menanyakan kepada dokter mereka apa kepentingan pengambilan foto sinar X berkaitan dengan penyakit atau kondisi kesehatan mereka,” kata Konig.

Penting untuk memberi tahu kepada para dokter akan adanya pemeriksaan yang serupa yang dapat dilakukan di awal dan dapat memberikan pelayanan pengambuilan foto menggunakan sinar X sesuai dengan perjanjian apabila diperlukan.

Sebagai tambahan, katanya, pasien juga harus memberi tahukan kepada dokter mereka mengenai catatan atau file foto hasil sinar X yang mereka miliki dan membawanya ketika mereka

Dari Berbagai Sumber
Baca Selanjutnya...

Apa Kabar "Reality Show" Kita ???

Stasiun televisi kita saat ini kebanjiran realty show. Ada yang impor macam The Apprentice, The Next American Top Model, Fear Factor dan lain-lain. Produk impor itu sebagian besar disadur menjadi versi Indonesianya, meski tak seheboh aslinya misal Joe Millionaire Indonesia, Fear Factor Indonesia atau The Apprentice Indonesia .

Produk (orisinil?) lokal yang nggak kalah seru adalah realty show yang bersifat sosial. Ada Uang Kaget, Rejeki Nomplok, Toloong!, Terima Kasih, Lunas, Bedah Rumah dan Sekolahku Sahabatku. Sebagian besar program acara tersebut dibidani oleh sang kreator Helmi Yahya. Kreatif memang beliau.

Tayangan tersebut cukup menyentuh emosional penonton, cukup bagus, menghibur dan "membumi". Ini jika dibandingkan dengan realty show yang kebarat-baratan abis dan cenderung melecehkan kaum hawa seperti Joe Millionaire.

Tayangan realty show yang memasang orang-orang miskin sebagai bintang utamanya itu tak jarang mampu menguras air mata pemirsa. Bagaimana ekspresi histeris seorang pedagang kaki lima misalnya, yang tiba-tibaآ mendapatkan uang 10 juta rupiah. Atau sebuah keluarga miskin yang rumahnya reyot tak kuasa menahan isak ketika didatangi tim bedah rumah. Bikin haru, sedih, trenyuh, dan akhirnya ikut gembira.

Kita berhusnuzhon, kehadiran orang-orang tak punya dalam tayangan tersebut, mudah-mudahan bukan diniatkan untuk mengekploitasi mereka. Lebih sebagai bentuk kepedulian stasiun teve (baca: sponsor) yang selama ini sarat dengan tayangan hura-hura. Mudah-mudahan memang diniatkan untuk mengangkat harkat dan martabat mereka yang kurang beruntung.

Pertanyaannya adalah: Mengapa kemiskinan diumbar untuk menarik simpati? Apakah ini jurus terjitu untuk menarik simpati masyarakat? Jika demikian, ini sungguh sangat disayangkan, karena potret kemiskinan dijadikan komoditi meraih popularitas dan propaganda untuk melanggengkan tujuannya. Kemiskinan seolah-olah dapat diselesaikan dengan cara instan, dengan mengikuti ajang atau kontes bakat. Yang menjadi kekuatiran ialah adanya budaya meniru, sehingga masyarakat berlomba-lomba untuk menjadi selebritis. Akan timbul anggapan di masyarakat, bahwa dengan menjadi populer, maka dalam waktu singkat dapat memperoleh penghasilan yang banyak.

Yang perlu dijaga adalah jangan sampai gara-gara tayangan tersebut masyarakat miskin kita (yang jumlahnya puluhan juta) akhirnya terbuai mimpi dan angan-angan. Kapan ya akan ketiban keberuntungan menjadi bintang televisi dadakan dalam realty show tersebut?. Mental seperti ini yang harus dijaga.

sumber: http://www.gaulislam.com/
Baca Selanjutnya...

Merindukan Orang Kaya Yang Peduli

Tadi siang, Ketika sedang ngenet di kampus, aku tidak sengaja mengklik sebuah berita dari sebuah portal berita terkenal di Indonesia. Isi berita tersebut adalah daftar orang terkaya di Indonesia. Saya agak terkejut dengan nilai kekayaan mereka (Tidak perlu saya sebutkan disini nilainya), sebuah nilai yang sangat besar jika dilihat dengan jumlah rakyat miskin di Indonesia yang kian membesar. Ironis Banget.

Seketika itu, aku merasakan sebuah kerinduan yang sangat dalam akan hadirnya seseorang tokoh yang akan mengubah "cerita" di negeri ini..

Aku bermimpi orang-orang kaya itu memiliki mental seperti Abdurahman bin Auf. Dia membagikan 1/3 keuntungan usahanya untuk orang-orang miskin. 1/3 yang lain digunakan untuk pembiayaan yang produktif. Dan hanya 1/3 yang diputar lagi untuk memajukan bisnis.

Atau Aku merindukan Usman bin Affan yang menyumbangkan semua barang dagangannya ketika terjadi paceklik di Madinah. Atau mungkin seperti Bill Gates yang menyumbangkan 30% dari kekayaannnya untuk kegiatan sosial.

Ah, andai 10 juta orang kaya di Indonesia menolong dan memberdayakan masing-masing 5 orang miskin maka 50 juta orang miskin di Indonesia bisa terselamatkan. Mungkinkah? Saya rindu pada orang orang kaya yang peduli.

Di sisi lain, Aku sangat salut, apa yang dilakukan oleh Bang Iwan Fals, walau dia tiidak sekaya mereka yang masuk daftar, Bang Iwan melakukannya dengan jalan lainn\, yaitu melalui Lagunya dan video klip terbarunya, "Untukmu Terkasih". Bang beliau berharap Lagu ini dan pemutaran video klip ini mampu menyentuh masyarakat untuk mau berbagi terhadap saudaranya yang lain.

“Kalau kita hidup enak sementara melihat saudara-saudara kita masih ada yang tidur di bawah kolong jembatan, apa masih bisa menikmati kebahagiaan itu? Saya rasa solusinya sungguh tepat kalau setiap orang mau menolong satu orang yang lain. Mestinya isu seperti ini dilemparkan mereka-mereka yang akan duduk di anggota dewan atau akan berebut kursi kekuasaan. Seperti masalah lingkungan, jika satu orang rakyat Indonesia mau menanam satu pohon saja sudah ada 200 juta pohon yang ditanam,” ungkap Beliau, dalam sebuah situs.

Sebuah langkah mulia yang harus kita tiru.
Baca Selanjutnya...

Musik & Sinetron VS Pemuda

Hey hey kau kawan terlihat cengeng ( gue kan anak gaul lagi…)
Dengernya pun lagu cengeng
Membuat otak dan mental seperti kaleng rombeng
Hatipun teng..teng..terenteng
Nontonnya sinetron telenovela
Isinya hanya cinta…cinta…cinta… Bupeng

Di atas adalah penggalan lirik lagu berjudul cinta pembodohan yang dinyanyikan oleh sebuah band punk bernama marjinal asal jakarta. Cukup sarkas terdengar memang lagu tersebut apalagi ketika dimainkan dengan gaya musik punk, semakin beringas saja tentunya. Tapi tunggu dulu… jangan langsung mencap ini band asal-asalan ataupun band-nya para preman.

Menyimak teks ataupun lirik di atas ternyata ada benarnya juga, artinya memang kalimat-kalimat yang terangkum dalam lirik tersebut boleh dibilang diambil dari kenyataan hidup sehari-hari remaja zaman sekarang. Kita lihat saja betapa banyak remaja di negeri ini yang gandrung nonton sinetron, bukankah semua stasiun televisi kini mayoritas dipenuhi dengan sinetron semua. Jadi itu membuktikan pula bahwa masyarakat kita memang gandrungnya bukan main sama sinetron, alasannya sederhana saja, stasiun televisi tidak mungkin menayangkan program acara yang tidak menarik masyarakat untuk menontonnya. Jadi jika melihat begitu banyaknya acara sinetron menghiasi layar kaca itu sama saja menggambarkan kalau masyarakat kita doyan sinetron.

Selain sinetron masyarakat kita juga tergila-gila dengan musik-musik pop. Kalau ini sudah jelas banyak buktinya. Masih ingat konser sheila on seven ataupun peterpan yang menimbulkan kejadian memilukan yaitu tewasnya beberapa remaja akibat berdesak-desakan. Hebat bukan mereka (sheila on seven, peter pan dan band-band pop lainnya ). Acara live musik dan tentunya yang main pun harus band-band pop, sudah pasti dipenuhi dengan remaja, ribuan jumlahnya bahkan ratusan ribu jika yang main band terkemuka. Belum lagi kini semua televisi dan radio setiap harinya dipenuhi dengan lagu-lagu pop, dan selain lagu-lagu bergenre pop paling hanya ada porsi beberapa persen saja.

Lantas adakah yang salah dengan fenomena nge-pop ataupun gandrung sinetron? Di sini tidak akan membahas masalah benar atau salahnya. Karena setiap permasalahan tidak harus selalu dilihat dengan hitam atau putih. Di sini sebatas menanggapi saja.

Kalau kita simak hampir setiap sinetron atau bahkan seluruhnya bercerita seputar percintaan dalam bentuknya pacaran, cinta segi tiga, ya pokoknya tidak jauh-jauh dari itu semua. Sepertinya para penulis naskah di negeri ini benar-benar miskin ide. Jarang muncul sinetron yang sedikit menentang arus. Tema-tema percintaan yang mendominasi sinetron tak pelak telah memberikan pengaruh besar bagi tingkah laku remaja bangsa ini. Dan parahnya lebih banyak sisi negatifnya daripada yang positif. Salah satunya adalah membuat remaja konsumtif..kalau ini sudah jelas menjadi tujuan utama dari stasiun televisi yang memutarnya. Stasiun televisi bisa terus beroperasi karena adanya dukungan dana, dan sumber dana terbesar yang diperoleh adalah dari pemasangan iklan. Dan seperti kita tahu semua iklan itu kan jualan? Semua iklan itu kan bujukan atau rayuan untuk membeli? Kecuali iklan layanan masyarakat kalau yang ini biasanya digunakan negara untuk membujuk rakyat supaya tidak protes terus alias untuk membodohi rakyat. Sebenarnya bedanya sangat tipis sekali antara iklan komersil dengan iklan layanan masyarakat. Iklan komersil maupun iklan layanan masyarakat sama-sama untuk membodohi hanya saja orientasi mereka beda yang satu duit yang satunya lagi tetap ada unsur duitnya tapi hanya tak begitu vulgar alias tidak “ blak-blakan “.

Berangkat dari sini sudah tentu para pemasang iklan enggan untuk memasang iklan di stasiun televisi yang acara-acarany kurang begitu diminati masyarakat. Para pemasang iklan lebih memilih memasang iklan di stasiun televisi yang menayangkan acara-acara yang menarik banyak mata masyarakat untuk menontonnya. Menarik perhatian penonton saja rupanya belum cukup bagi para pemasang iklan. Mereka menuntut supaya acara-acara yang ditayangkan pun juga turut serta dalam memicu hasrat penonton untuk konsumtif. Nah…tayangan-tayangan sinetron lah kemudian yang menjadi sasaran utamanya. Kita lihat saja sinetron saat ini banyak menayangkan adegan-adegan yang bersifat merayu penonton untuk konsumtif. Bukankah jarang sekali sinetron yang mengisahkan tentang kehidupan keluarga miskin, tentu saja jarang karena kalau keluarga miskin yang jadi latarnya apa yang mau dijadikan alat agar mata penonton terpesona dan menjadi konsumtif. Bukankah semua orang ingin kaya? Maka dipilihlah sinetron-sinetron dengan latar keluarga kaya karena dengan begitu mata penonton akan disuguhi dengan gambar-gambar yang memancing imajinasi dan khayalan mereka. Seperti nikmatnya menjadi orang kaya. Punya mobil mewah, istri cantik, rumah mewah, pembantu banyak dan segala kemewahan lainnya. Yang begini sudah tentu memancing penonton masyarakat untuk tergiur manjadi seperti apa yang ada di sinetron.

Apalagi sinetron remaja yang penuh dengan adegan-adegan glamour. Sekolah dengan mobil mewah, hape mahal, dan juga berbagai bentuk hedonisme lainnya. Remaja kitapun dibuat semakin gusar dan gelisah, mereka selalu berupaya bagaimana agar bisa mengidentifikasikan dirinya dengan artis-artis yang tampil di sinetron tersebut. Fenomena celana pensil, meluruskan rambut, dan berbagai virus lainnya yang hanya menjadikan generasi kita sebagai generasi poser belaka. Termasuk pula aktivitas pacaran yang kian merebak menyita waktu dan kehidupan remaja. Hingga akhirnya kemudian menjadi inspirasi bagi lirik lagu marjinal di atas. Cinta itu pembodohan menjadi relevan untuk disebut, lihat saja berapa banyak remaja yang mati gara-gara cinta bunuh diri gara-gara cinta, kemudian berapa banyak pula waktu tersita untuk memikirkan cinta, menangisi cinta dan meratapi cinta. Generasi muda kita didominasi oleh pemuda-pemuda cengeng jadinya, bagaimana nasib negeri ini kelak.

Dan rupanya bukan hanya sinetron saja yang berpartisipasi dalam pembodohan generasi muda. Lagu-lagu cinta jawabnya…betapa lagu-lagu cinta telah meninabobokkan pemuda-pemudi negeri ini. Mereka dengan khidmatnya menonton dan mendengarkan lagu-lagu semacam ini di radio dan televisi. Alasan mereka mendengarkan lagu cinta bisa lebih menambah semangat mereka dalam bercinta dan menghayati percintaan mereka dengan pacar. Pengaruh lainnya dari lagu-lagu cinta macam ini adalah perihal gaya berpakaian. Lihat saja betapa banyaknya remaja kita yang mengidentifikasikan penampilan mereka dengan gaya berpakaian yang dikenakan personil-personil band-band pop. Dan ini tentunya keuntungan besar pula bagi pabrikan pakaian. Wajar saja banyak pabrikan pakaian berlomba-lomba untuk mensponsori acara-acara musik ataupun sinetron dengan cara menyediakan kostum bagi para artis tersebut. Memprihatinkan memang, banyak dari pemuda negeri ini akhirnya hanya bisa menjadi penonton kalau tidak mau dibilang sebagai plagiator sejati ( peniru sejati ) jarang dari mereka yang berani menjadi diri sendiri karena terlalu banyak mengidentifikasikan dirinya dengan para artis idola. Bahkan banyak remaja kini tak lagi mengenali diri mereka sendiri terbukti dengan ucapan mereka semacam “ saya tidak punya kelebihan atau bakat apa-apa “ hingga akhirnya banyak pemuda yang sakit mental mereka tak berani mengaktualisasikan diri mereka sendiri. Mereka hanya bisa ikut-ikutan dan selalu berkompromi dengan kanyataan di sekitar mereka. Bisa dilihat dari gaya berpakaian yang seragam ( coba simak berapa banyak anak muda dengan celana pensil…), selera musik yang hampir sama ( siapa yang tak suka musik pop). Keseragaman ini bisa menjadi bukti betapa keringnya imajinasi dan kreatifitas generasi muda. Jarang sekarang anak muda yang berani melawan arus dan menjadi diri sendiri. Justru yang lebih aneh lagi adalah banyak dari mereka menjawab telah menjadi diri sendiri dengan mereka selalu meniru dan meniru tersebut. Mereka tak lagi sadar bahwa mereka sebenarnya telah melupakan diri sendiri dengan tak lagi mengenal minat, bakat serta segala potensi yang ada pada diri mereka sendiri.

Kemerdekaan yang sering diagung-agungkan selama ini ternyata hanya semu belaka. Karena sebenarnya kita masih dalam kondisi terjajah. Memang penjajahan tak lagi menampakkan diri dengan muka lamanya yaitu dalam bentuk kekerasan fisik. Penjajahan zaman sekarang lebih mengerikan lagi karena mental yang menjadi sasaran utamanya dan senjata yang digunakan pun bukan lagi bedil ataupun meriam, cukup dengan media massa seperti televisi, radio, koran, majalah dsb. Sanjata macam ini ternyata sangat efektif untuk menyerang mental masyarakat kita. Di mana kemudian masyarakat kita tertunduk lemas tak berdaya alias matinya kesadaran kritis, hingga akhirnya masyarakat pun selalu menyepakati nilai-nilai banal yang ditawarkan media. Contoh sederhananya adalah betapa anak muda sekarang bisa stress gara-gara jerawat yang muncul di wajah ataupun ketombe yang hinggap di rambut. Stressnya mereka adalah gara-gara propaganda media yang mangatakan bahwa jerawat itu memalukan, bisa merusak karir, pokoknya orang yang berjerawat diejek sedemikian rupa oleh media hingga kemudian perusahaan pembersih jerawat ataupun ketombe memanen untung besar karena semua remaja membeli produk-produk mereka. Masih banyak lagi sebenarnya propaganda sesat yang dilakukan oleh media massa kita.

Kondisi bangsa ini memang memprihatinkan dan tampaknya masih akan terus berkepanjangan kondisi seperti ini jika melihat kondisi generasi muda saat sekarang. Karena mau tak mau nantinya anak-anak muda ini akan memegang kendali atas bangsa ini. Masa depan ada di tangan pemuda, namun masa depan yang seperti apa itu tergantung apa yang dikerjakan anak muda sekarang. Bukankah masa kini adalah gambaran dari masa depan. Jika masa sekarang pemudanya hanya bisa bersolek, bercinta, dan segala remeh temeh lainnya apa kata dunia nanti?

By : Rihzan Fauzi
Baca Selanjutnya...

7 Mei 2009

Koalisi Partai Politik = Penipuan Terhadap Rakyat

Takut kalah dipemilu 2009, partai yang ada merencanakan untuk berkoalisi. Menurut mereka koalisi ini dilkukan untuk menyelamatakan negara dan mensejahterakan rakyat serta mengaku mempunyai kesamaan visi dan misi dalam membangun negara.

Tapi menurut saya, Koalisi yang mereka lakukan adalah salah satu bentuk penipuan terhadap para pemilih. Para pemilih telah dan akan ditipu oleh elite-elite politik yang tak tahu diri ini.Buat apa memilih partai dan caleg kalau toh akhirnya mereka semua kompromi. Koalisi mencerminkan bahwa para politikus di negeri kita ini tidak percaya diri dan tidak dapat dihandalkan. Maka saya sarankan jangan memilih partai yang akan melakukan penipuan ini.

Kalau saja demikian kenapa mereka mendirikan partai. Kalau memang memppunyai kesamaan misi dan misi kenapa membentuk partai sendiri-sendiri kenapa gak bersatu saja dari sulu daripada gak dapat suara dan ujung-ujungnya pake cara ilegal dalam memperoleh suara. Alangkah baiknya Partai yang ada membubarkan diri saja. Saya pikir partai di indonesia cukup satu saja. PARTAI BERSAMA!!

Makin banyak Partai gak menyelesaikan masalah bangsa malah hanya akan Menyusahkan rakyat..
Baca Selanjutnya...