29 Desember 2008

Anarkisme Mahasiswa, Salah Didik atau Gagal Didik?

Sudah bukan merupakan hal yang aneh lagi tampaknya bagi masyarakat Makasar mengenai ihwal tawuran mahasiswa dan anarkisme mahasiswa. Begitu seringnya kejadian – kejadian yang melibatkan kontak fisik para mahasiswa, entah itu antara mahasiswa dengan aparat keamanan ataupun juga antar mahasiswa itu sendiri. Korban luka disertai dengan kerusakan berbagai infrastruktur publik juga tidak bisa dihindari. Sebuah kekacauan yang melibatkan suatu elemen masyarakat yang konon katanya dianggap paling kritis dan intelektual di tengah masyarakat.

Pertanyaan besar segera menggelinding bak bola salju yang terus membesar. Inikah sosok mahasiswa yang kritis dan intelek itu? Bukankah mereka hanyalah sekelompok preman yang hanya bisa menggunakan kekuatan ototnya saja untuk menyelesaikan suatu permasalahan? Bukankah mahasiswa itu seharusnya menyelesaikan segala sesuatunya dengan akal yang sehat serta kepala dingin? Bukankah mahasiswa itu adalah pemberi solusi atas berbagai persoalan yang menimpa masyarakat? Bukankah mereka itu adalah agent of change yang bakalan membawa secercah perubahan di tubuh masyarakat? Bukankah mereka seharusnya menjadi sosok contoh bagi masyarakat bagaimana ketinggian intelektual itu bisa bermanfaat bagi masyarakat?

Salah didik atau gagal didik ?

Sungguh mengherankan memang bagaimana para mahasiswa tersebut bisa bertindak seperti itu. Apakah hal ini dikarenakan oleh para pendidiknya (guru dan dosen) yang salah dalam mendidik ataukah memang sistem pendidikan yang sekarang itu telah gagal dalam mendidik ?

Mengenai kemungkinan pertama, hal itu tentu saja sangat mungkin terjadi. Bisa diketahui bagaimana para guru dan dosen tersebut mengajar para muridnya. Dikatakan mengajar bukan mendidik karena memang fungsi mereka saat ini itu tidak lebih dari sekadar mentransfer ilmu saja. Setelah proses transfer tersebut telah selesai maka selesai pulalah proses belajar mengajar itu di sekolah. Lebih parah dari sekolah menegah umum ke bawah yang umumnya masih memeperhatikan sedikit aspek pendidikan, di kampus, proses pendidikan tersebut malah bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Dosen tidaklah lebih dari sekadar pentransfer ilmu saja. Kalaupun ada dosen yang mendidik mahasiswanya, itu hanyalah sedikit sekali presentasenya. Sebagian besar ya tentu saja tidak peduli dengan pendidikan mahasiswanya, entah dengan alasan mereka(mahasiswa) itu sudah besar ataupun alasan yang lainnya.

Berbagai aksi anarkis mahasiswa tersebut tidak fair rasanya kalau kita hanya menyalahkan para dosen serta para guru yang tidak mendidik para muridnya. Sebenarnya sikap para guru dan dosen yang seperti itu juga tidak lepas dari sistem pendidikan yang mengatur mereka. Sistem pendidikan yang ada sekarang ini memang sama sekali tidak berorientasi pada mendidik anak walaupun nama institusinya adalah Departemen Pendidikan. Indikasi – indikasi yang ada menunjukkan bahwa institusi tsb. tidak lebih dari berpikir bagaimana para siswa atau mahasiswa itu dapat menguasai berbagai ilmu sains yang ada. Implikasinya, yang mendapat porsi lebih besar dalam pelajaran sekolah dan kuliah adalah pelajaran – pelajaran sains dan teknologi, serta sedikit sekali memberi ruang bagi pelajaran – pelajaran yang membentuk pola pikir dan pola sikap atau kepribadian. Hal yang demikian itu tentu saja sebagai turunan diterapkannya sistem yang sekuler di negara ini, suatu sistem yang tidak menginginkan keberadaan suatu agama untuk eksis di ranah publik. Maka jangan heran bila di bangku kuliah, mata kuliah agama itu hanya diberikan selama 1 semester saja selama kuliah di suatu universitas. Faktor sistem yang demikian itu tentu saja berbanding lurus dengan kepribadian para mahasiswa yang semakin kacau bahkan split ( terpisah) antara apa yang menjadi pola pikir dengan pola sikapnya.

Namun, itu semua seharusnya masih bisa dibendung oleh institusi pendidikan yang terakhir yaitu keluarga. Keluarga semestinya menjadi tempat yang berfungsi sebagai tempat penggodokan anak yang nantinya diharapkan tidak memiliki kepribadian yang kacau bahkan split. Para orang tua juga tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya untuk mendidik anak kepada para guru dan dosen di sekolah maupun di universitas. Kejadian – kejadian anarkisme mahasiswa ini juga tidak lepas dari pendidikan yang diberikan oleh para orang tua. Bisa juga dikatakan bahwa para orang tua telah gagal dalam mendidik anak – anaknya. Bagaimana mereka bisa berhasil mendidik anak – anaknya kalau mereka dulu juga jarang atau bahkan sama sekali tidak dididik melainkan hanya diajar saja.

Ini semua juga tidak lepas dari keterpurukan pemikiran umat yang amat sangat. Sebuah kemunduran dalam berfikir sehingga kabur bagi mereka manakah yang baik dan manakah yang buruk. Mereka tidak lagi tahu untuk apa mereka hidup serta akan kemana setelah mereka meninggal dunia. Seolah – olah mereka lupa bahwasanya Alloh-lah yang telah menciptakan mereka. Sehingga dalam mendidik anak pun masih kabur, manakah yang merupakan madu bagi anak dan manakah yang merupakan racun bagi anak.

Solusi Islam atas pendidikan ?

Pendidikan dalam Islam dibangun diatas dasar akidah Islam. Akidah inilah yang nantinya digunakan sebagai asas dalam pembentukan pola pikir dan pola sikap para pelajar. Secara umum pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian para pelajar yaitu dengan membentuk pola pikir dan pola sikap yang Islami serta membekali mereka dengan ilmu – ilmu sains yang dibutuhkan untuk hidup bermasyarakat. Sedangkan materi pendidikan yang diberikan bisa dibagi menjadi 2 bagian yaitu tsaqofah dan sains teknologi. Sains teknologi berkaitan dengan segala sesuatu yang bersifat universal dan bukan khusus untuk umat tertentu misal kimia, fisika, dll. Sedangkan tsaqofah adalah pengetahuan yang berkaitan dengan akidah Islam maupun dengan akidah non Islam. Tsaqofah Islam wajib diberikan di semua jenjang pendidikan, serta wajib bagi semua warga negara. Sedangkan sains teknologi sifatnya adalah pilihan dan disesuaikan dengan kebutuhan para pelajar.

Dengan pendidikan yang diproyeksikan seperti itu, maka diharapkan mahasiswa – mahasiswa atau pelajar – pelajar yang dihasilkan memiliki aqidah yang kuat, menguasai tsaqofah Islam dan non Islam (untuk non Islam hanya untuk dipelajari bukan diyakini) serta menguasai sains dan teknologi. Dengan pendidikan yang seperti ini pula diharapkan mahasiswa atau pelajar bisa menjadi bagian dari solusi bukannya malah menambah tumpukan masalah yang ada.

By : Wisnu Sudibjo
http://gemapembebasan.or.id