12 Desember 2008

Egoisme Seorang Perokok

Seorang perokok berat berkata, “Merokok adalah hak pribadi saya. Apa pun bahayanya adalah resiko saya. Bukankah hidup ini adalahh milik saya sendiri?”

Saya katakan kepadanya: “Tidak demikian! Baik dalam ajaran agama maupun pertimbangan akal, hidup yang andanikmati adalah milik Tuhan yang diperintahkan-nya untuk digunakan demi maslahat Anda, keluarga, Masyarakat, dan umat manusia. Anda mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap mereka, bahkan seperti sabda Nabi Muhammad SAW.:”Sesungguhnya jasmani Anda memiliki hak atas diri Anda.”

Kewajiban ini lahir akibat penggunaan pelbagai fasilitas yang dianugerahkan Tuhan dan diolah oleh masyarakat. Apabila Anda menyia-nyiakan hidup, maka akan Anda apakan hak-hak pihak lain yang mnerupakan kewajiban Anda itu?

Disisi lain, semua sikap dan tindakan seseorang memberikan dampak - positif atau negatif, kecil atau besar terhadap lingkungannya. Anda keliru jika menduga bahwa merokok adalah urusan pribadi. Bukankah Anda mengepulkan asap ke udara dan kami ang tidak merokok terpaksa harus menghirup udara yang telah dinodai oleh nikotin rokok anda, atau paling tidak aroma rokok anda?

Senyum simpul anda di pagi hari memberi kecerahan bagi yang melihatnya- baik dia mengenal anda atau tidak. Sebaliknya, amarah yang anda teriakkan mendebarkan jantung yang mendengarnya. Di sisi lain, perlu anda sadari bahwa kita semua adalah produk lingkungan yang dihasilkan oleh banyak pihak.

Cinta kita peroleh dari ibu, bapak, keluarga, dan kita semua. Pengetahuan kita raih dari pada ilmuwan yang mengajar kita, demikian pula dari pengalaman kita dan pengalaman orang lain. Rasa aman diperoleh dari kehadiran polisi, tentara, dan para hakim yang adil dan bijkasana. Seniman menyejukkan jiwa kita, ilmuwan mebuka cakrawala pikiran kita, demikian seterusnya.

Kita berteduh di bawah pohon yang ditanam oleh generasi lalu sambil menikmati buahnya. Setelah itu, wajarkah kita melakukan sekehendak hati kita? Tidakkah kita terpanggil atau merasa berkewajiban untuk menanam (walau sebatang pohon) agar bisa dipetik buahnya oleh generasi berikut?

Kalau demikian, wajarkah anda berkata: “Saya bebas melakukan apa saja.”Bahkan, wajarkah seseorang meganut paham yang menyatakan :”Saya bebas melakukan apa saja selama tidak melanggar hak orang lain?”

Ini adalah pandangan falsafah materialisme yang penganutnya sangat egois. Agama idak mengajarkan demikian. Yang diajarkan dan di pujinya adalah “Mengorbankan Kepentingan pribadi demi kepentinganorang lain”. Tuhan memuji sekelompok sahabat Nabi yang “mengutamakan orang-orang lain atas diri mereka, sekalipun mereka sendiri dalam kerusakan”. Ini jelas berbeda dengan sementara perokok, yang mengutamakan kepentingan atau Kesenangan dirisendiri walaupun orang lain terancam bahaya.

Dikutip Dari Buku “Lentera Al Qur’an” karangan M. Quraish Shihab