2 Februari 2012

Galaunya Buruh Tidak Realistis

Buruh adalah tulang punggung berdirinya sebuah industri. saya akui buruh punya peran besar untuk memajukan perekonomian negeri ini. Tapi sayang, buruh di Indonesia sekarang kebanyakan galau dengan masalah gajinya. Ini jelas akan mengganggu stabilitas perekonomian. Why? Ketika buruh galau semua akan jadi korban.mulai jalanan macet karena jalanan diblokir total oleh aksi para buruh, produksi yang seharusnya dihasilkan suatu industri pun jelas akan turun drastis. Lihat saja ketika mereka unjuk rasa dan berhasil menguasai sebuah tol di Jakarta, berapa besar kerugian yang timbul? 

Dan terakhir di Jombang, Para buruh kembali galau, kembali menuntut UMR yang menurut mereka masih terlalu rendah. Tuntutan mereka sungguh liar, UMR sebesar Rp. 1.500.000!! Well, ini sudah terlampau besar, walau saya akui mereka membutuhkannya tapi ini sangat tidak realiatis. Mengingat kondisi perekonomian di Indonesia yang masih acak kadut seperti sekarang ini. Dan apabila kenaikan ini terwujud, sudah bisa dipastikan para pengusaha akan mikir 1000 kali, untuk terus menjalankan industri, sangat mungkin mereka akan mengambil kebijakan untuk melangsingkan jumlah karyawannya. Dan ujung-ujungnya buruh pun kembali akan dipaksa gigit jari, karena sebagian mereka akan diberhentikan dari pekerjaannya.

Seharusnya mereka jauh lebih dewasa berpikir ke depan dalam mengambil suatu aksi. Lihatlah teman-teman kita dari profesi lain, yang jadi guru misalnya. Gaji guru misalnya, berapa sih gaji guru di Indonesia,  masih jauh dari kata pantas. Namun lihatlah semangatnya, mereka jarang mengeluhkan gaji mereka dan terus mengabdi. Selain itu, saya ambil contoh gaji seorang Apoteker di apotek, banyak sebagian dari mereka gajinya tak mencapai angka satu juta, padahal resiko pekerjaannya dan perannya kepada masyarakat sangat berat. Namun tak pernah mengadakan aksi sampai memacetkan jalan tol. Apabila dibandingkan dengan profesi buruh, profesi apoteker lebih selektif, untuk jadi seorang apoteker mereka harus lulus kuliah Farmasi, saya merasakan betapa susah kuliah dan banyaknya biaya yang dihabiskan selama kuliah tetapi ketika kerja hanya digaji sekecil itu?. Sangat miris sekali. 

Andai para buruh mau melihat lingkungan sekitarnya, banyak profesi lain yang lebih beresiko, jauh lebih membutuhkan balasan berupa penghargaan seperti guru dan apoteker atau bahkan kuli panggul di pelabuhan yang bekerja jauh jauh lebih berat misalnya, mungkin mereka akan "malu" akan egoisnya mereka dalam menuntut gaji. Apakah mereka tidak berpikir apabila mereka terus menurus menodong pengusaha untuk menaikkan gaji buruh, si pengusaha bakal memPHK sebagian besar dari mereka untuk menyeimbangkan neraca? Dan menurut pemikiranku ini menimbulkan akan efek yang lebih besar. Jumlah pengangguran akan membekak, jumlah lapangan pekerjaan turun karena mungkin saja pengusaha akan lebih mengoptimalkan kemajuan teknologi untuk  penggunaan tenaga kerja selain itu investor asing akan enggan untuk menanam saham di Indonesia. Dari analisis singkat ini, sudah seharusnya buruh dengan dewasa mengerti kondisi perekonomian negeri ini. tidak hanya tuntat-tuntut aja, harus ada saling keseimbangan antara kepentingan pengusaha dan buruh.  Masalah gak bakal selesai.

Apakah realitis ketika buruh meminta gaji 1,5 juta disaat profesi lain yang mungkin lebih tinggi kompetensi dan tanggung jawabnya seperti apoteker hanya digaji separuhnya? 

Namun di balik ketidakrasionalan tuntutan para buruh itu, saya selalu berdesak kagum melihat solidaritas para buruh, walau mereka hanya berprofesi buruh namun persatuan dalam memperjuangkan hak mereka sangat kuat, sesuatu harus dicontoh oleh organisasi profesi lain di negeri ini. Bila dibandingkan, ini sangat berbeda dengan profesi-profesi lain, seperti apoteker misalnya, walau saya belum sepenuhnya menjadi apoteker tapi saya sedikit banyak mengetahui terkadang ada yang tidak beres, tidak perlu disebutkan apa bentuknya itu.

Semoga dunia keprofesian di Indonesia semakin dewasa dan tak ada lagi masalah (kegalauan) lagi.