25 Februari 2013

Sepakbola Kita yang Sedang (Tak Pernah) Belajar

Setiap menonton sepakbola Eropa kita akan selalu disuguhi teknik tinggi dari pemain dan adu taktik para pelatih hebat. Indonesia? Di Indonesia, pemain bersama pelatihnya berkerjasama atur strategi mengeroyok wasit. Iya wasit, wasit dikeroyok!

Miris lihat nasib wasit Indonesia salah ambil keputusan sedikit pasti dihajar ramai-ramai. Kejadian "penghajaran" terhadap wasit masih terus terjadi.. terus.. terus.. terjadi..   Terakhir terjadi di pertandingan Divisi Utama Liga Indonesia antara PSIS Semarang dan Persitara Jakarta Utara yang berlangsung di Stadion Jatidiri Semarang tanggal 18 Februari kemarin. Insiden itu terjadi karena pemain Persitara marah terhadap wasit yang mengesahkan gol kedua PSIS di laga yang dimenangkan klub asal semarang tersebut.

Dan lagi-lagi aparat keamanan cuma jadi boneka di dalam stadion. Apakah aparat cuma bisa nyelamatin wasit?? Jumlah mereka di stadion lebih dari cukup untuk menangkapi pemain-pemain yang mengeroyok wasit tersebut, namun apakah selama ini pernah ada yang ditangkap gara-gara memukul wasit di lapangan? Bila menangkap pemain terlalu shocked, gimana kalau saya ganti pertanyaan ini apakah pernah ada kejadian oknum yang menghajar wasit didakwa tindak pidana? Sejauh yang saya tahu, hal tersebut, belum pernah ada. 

Mengapa kejadian seperti ini di-setting di luar ranah hukum? Intervensi akan mengganggu objektivitas? Lalu buat apa aturan FIFA dibuat? Kemudian sudah ada Komisi Disiplin dan Panpel yang seharusnya menghukum si oknum pengeroyok. Sudah seharusnya hukum menyentuh peristiwa tersebut, sudah seharusnya mereka pemain pengroyok wasit dikenai hukuman, dihukum berat! Pemain yang melakukan penganiayaan harus bertanggung jawab atas kelakuan memalukannya. Hukuman yang diberikan harapannya akan menjadi pembelajaran bagi sepakbola Indonesia agar menjadi lebih dewasa dan menciptakan efek jera kepada pelaku, sehingga kejadian tersebut tidak terulang di masa mendatang. Kalau hukum kita masih stagnan begini, saya yakin akan ada darah wasit yang bakal mengalir deras di lapangan, tunggu saja.
Apakah kita harus menunggu sampai ada darah wasit mengalir deras di lapangan hijau? Apakah kita semua harus menunggu ada berita wasit tewas dikeroyok baru semua teriak-teriak? 
Menurut saya, terlepas dari baik-buruk kualitas wasit, wajar sih apabila wasit salah mengambil keputusan, mengingat dia hanya punya waktu sepersepuluh detik untuk memutuskan sesuatu. Wasit juga manusia, punya keterbatasan, tak luput dari kesalahan. Lihatlah wasit-wasit top di Eropa sana, Pierluigi Collina, wasit legendaris dari Italia, dia yang disebut wasit terbaik di dunia di masanya sekalipun juga pernah melakukan kesalahan, namun dia dan kawan-kawannya di Eropa tak pernah diperlakukan sampai seperti yang ada di Indonesia. Pemain-pemain disana begitu profesional, begitu dewasa, kalaupun ada pihak yang nekat melakukan perbuatan konyol kepada wasit, sudah pasti komisi disiplin asosiasi sepakbola disana sudah pasti akan mengambil tindakan tegas, dengan menghukum si perusuh tersebut, bahkan kalau perlu kepolisian disana akan membawanya ke ranah hukum pidana yang berlaku.  

Ini sangat jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia. PSSI masih kisruh karena pimpinannya rebutan kekuasaan, sampai kepecah menjadi dua kepengurusan, liga pun menjadi dua, sampai mirisnya timnas pun ada dua. Makin runyam lagi kalau lihat profil pesepakbola kita yang susah diatur dan gak dewasa, serta awkward-nya dunia hukum kita. Died. Dengan kondisi yang amburadul seperti ini, puzzle masalah wasit yang teraniaya di lapangan pun menjadi lebih lebih lebih sulit untuk dipecahkan. Sepakbola negara kita memang tak pernah mau belajar. Pertanyaannya, sampai kapan wasit-wasit di Indonesia kudu mempertaruhkan nyawanya di lapangan?
"Mereka bilang kita sedang belajar, saya bilang kita tak pernah belajar sepakbola seutuhnya."
Dalam lanjutan kompetisi ISL musim 2012/2013, Pelita Bandung Raya menjamu Persiwa Wamena di Stadion Si Jalak Harupat pada Minggu, 21 April 2013 kemarin. Di pertandingan tersebut ada kejadian yang sangat mengejutkan, salah satu pemain Persiwa Wamena Edison Pieter Rumaropen memukul wasit pemimpin pertandingan hingga berdarah. Kejadian tersebut terjadi pada menit-menit akhir pertandingan. Kejadian itu terjadi pada menit ke-72, berawal dari wasit Muhaimin memutuskan untuk memberikan hadiah penalti bagi tuan rumah saat skor dalam keadaan imbang, 1-1. Keputusan sang pengadil lapangan pun langsung mendapat protes dari para pemain Persiwa. Namun, Edison Pieter Rumaropen yang tidak dapat meredam emosinya langsung berlari dari arah belakang dan secara tiba-tiba dirinya melayangkan tinju keras ke wajah Muhaimin. Akibat dari pukulan itu Muhaimin langsung mengalami cedera di bagian hidung dan dinyatakan tak bisa melanjutkan tugasnya. Ia pun diganti wasit cadangan, Tabrani. Peter diganjar kartu merah atas tindakan tak terpujinya itu. (sumber: sundul.com). Berikut ini adalah rekaman kejadiannya, yang menunjukkan betapa hancurnya sepakbola kita