19 Januari 2013

Jangan Nanggung Kalau Mau Jadi Maling Di Indonesia

Bacalah kutipan berita berikut ini:

"AAL (15), pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Palu, di Jalan Tanjung Santigi, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, tentu tidak pernah menyangka karena mencuri sandal jepit seharga Rp 30 ribu ia harus berhadapan dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah. AAL didakwa mencuri sepasang sandal jepit bermerek milik Brigadir Polisi Satu Ahmad Rusdi Harahap dari kos-kosannya pada November 2010 lalu. Hakim Tunggal PN Palu Rommel F Tampubolon yang menyidangkan kasus ini, Selasa 20 Desember sudah mendengarkan dakwaan jaksa. AAL didakwa Jaksa Naseh melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan dituntut 5 tahun penjara." | sumber.
“ABS (25), warga Desa Mulyoagung, Kecamatan Balen, Bojonegoro, Jawa Timur, divonis penjara empat bulan penjara karena mencuri seekor ayam. Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua I Wayan Sukanila, Agus diharuskan menjalani hukuman yang lebih ringan dibandingkan dengan tututan jaksa Ali Munib, itu. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut terdakwa agar dihukum enam bulan penjara.“ | sumber.

Kemudian bacalah kutipan berita berikut ini:
“Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman empat tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider kurungan enam bulan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Angelina Sondakh alias Angie. Hakim menilai, Angie terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai. Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap Angelina Sondakh ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menginginkan dia dijatuhi hukuman selama 12 tahun penjara.“ | sumber 
“Mantan Direktur Utama PT PLN, Edhie Widiono Suwondho, divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek outsourcing (tenaga luar) Customer Information System Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya Tangerang 2004-2006. Edhie dijatuhi hukuman 5 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta, yang dapat diganti dengan hukuman kurungan 6 bulan. Dia terbukti melakukan penunjukan langsung terhadap PT Netway Utama sebagai pelaksana proyek CIS-RISI. Akibatnya, negara merugi Rp 46 miliar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan hakim yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.” | sumber

Apa yang anda pikirkan setelah membaca kutipan berita pertama dan kutipan berita kedua? Ada banyak kesimpulan yang bisa kita peroleh dari kutipan-kutipan berita diatas. Saya tak akan menyebut semuanya, tapi hanya akan mengambil beberapa kesimpulan.

Pertama, soal tuntutan jaksa penuntut umum, maling sepasang sandal jepit yang harganya tak seberapa bahkan itu hanyalah sandal bekas, sandal yang mungkin bagi sebagian kita tak ada harganya namun tersangkanya dituntut hukuman 5 tahun penjara. Mari kita saksikan apa yang terjadi pada Mantan Dirut PT. PLN Edhie Widiono Suwondho, yang telah merugikan negara sebesar Rp 46 Miliar HANYA dituntut hukuman bui selama 7 tahun. Nominal uangnya beda jauh. Apalagi harga sandal yang dicuri harganya hanya sekitar Rp 30.000 dibandingkan dengan Rp 46 miliar, timbang banget, seperti langit dengan bumi namun apa yang terucap dari bibir jaksa ketika membacakan tuntutannya untuk kedua maling tersebut, cuma beda tipis, 2 tahun. Apa-apaan ini!! Bukannya saya membenarkan perbuatan pencuri sepasang sandal, namun menurut saya kasus tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan, tak perlulah dibawa ke meja hijau apalagi sampai dituntut 5 tahun penjara. Gila aja

Kedua, mengenai vonis yang dijatuhkan.  Lihat apa yang terjadi pada maling yang mencuri seeekor ayam, iya hanya seekor ayam tapi dia dihukum 6 bulan penjara. Walau hukum tak bisa pakai perkiraan kalkulator, namun coba bayangkan jika ia mencuri 10 ekor ayam, berapa hukuman yang ia akan ia terima? Iya benar, 5 tahun. Hukuman itu lebih berat ketimbang seorang maling negara, yang artinya ia sudah berada di level yang jauh lebih tinggi ketimbang maling yang mencuri seekor ayam tadi. Kenapa lebih tinggi? Ya maling negara ini merenggut hak sosial dan ekonomi rakyat sebesar Rp 2,5 miliar atau artinya sama nilainya dengan mencuri ayam 50.000 ekor jika harga ayam per-ekornya adalah Rp 50.000. Namun kenapa hukumannya malah lebih kecil dan sangat sangat sangat tidak sebanding? Jika disinkronkan dengan maling yang mencuri seekor ayam? Kenapa?

Hal ini jelas sangat tidak adil. Namun itulah kenyataannya, semua sudah terjadi di negeri kita. Seharusnya koruptor yang telah merugikan Negara bermiliar-miliar ini divonis setidaknya seumur hidup atau bahkan seharusnya dihukum mati. Tetapi tidak demikian. Dimana lagi rakyat kecil harus mencari keadilan. Hal ini jadi terkesan bahwa penegak hukum di Negara ini hanya menghargai orang yang mampu saja. Dengan munculnya vonis-vonis rendah bagi koruptor tersebut, mending Pengadilan Tipikor ngga usah digunakan untuk mengadili para koruptor tapi untuk mengadili mereka yang tersangkut kasus pencurian, seperti maling sandal, maling ayam, atau maling bambu. 

Sebenarnya hukum bukanlah masalah besar kecilnya vonis yang dijatuhkan, tetapi bagaimana caranya hukum yang ditegakkan membuat koruptor menjadi jera? Sehingga koruptor yang merugikan negara tersebut kapok, tidak akan berbuat lagi. Mungkin inilah sebabnya mengapa di  negara kita selalu ada terus koruptor setiap waktu, bahkan semakin berkembang seperti jamur di musim hujan. Hukum yang timpang ini juga menjadi penyebab makin sulitnya koruptor diberantas. Mereka selalu akan berbuat licik selama masih ada kesempatan untuk melakukannya. Toh hukuman yang ia terima juga sebentar, itupun setelah masuk oenjara ia masih bisa pesan sel yang di lengkapi fasilitas hotel bintang 5 pada ketua Lembaga Pemasyarakatan tempat ia di penjara. Indonesia memang ruwet. 

Ketiga, denda yang harus dibayar koruptor. Lihat apa yang Angelina Sondakh bawa dengan korupsinya, ia berhasil menggondol 2,5 miliar uang negara tapi berapa denda yang mesti ia bayarkan pada negara? Cuma Rp 250 juta! Berapa keuntungan yang ia dapatkan dalam sekali korupsi? 10 kali lipat dari denda tersebut. Kemudian saksikan kasus yang menimpa mantan Dirut PT. PLN, Edhie  Suwondho, ia “berhasil” merugikan negara sebesar Rp 46 miliar namun berapa subsider yang harus ia bayarkan? Cuma Rp 500 juta! Hampir 100 kali lipat lebih kecil dari uang yang dia korupsi. Sangat tak sebanding. Tak adil. Kalau mau efek jera, selain dihukum mati koruptor juga harus dimiskinkan, sita semua hartanya seperti dilakukan di hampir semua negara lain. Namun keadilan di negeri ini entah lagi jalan-jalan kemana...

Akhirnya saya, anda, kita semua, sebagai rakyat kecil hanya bisa melihat dan melihat, tidak dapat berbuat apa-apa, selain menyuarakan suara hati agar keadilan kita cepat pulang dan kembali pada tempatnya, dan orang-orang yang berhubungan dengan hukum cepat tersadar dan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini

Kenapa rakyat kecil seperti kasus pencuri ayam dan sandal dihukum lebih berat ketimbang koruptor yang lebih kaya dan pandai serta lebih lebih lebih besar dalam merugikan negara? Di mana keadilan untuk rakyat kecil kaum melarat? Bukankah di mata hukum semua orang itu setara?

Namun mungkin saja, jawabannya karena si maling sandal atau si maling ayam itu miskin dan hanya mencuri sandal yang harganya tak seberapa sehingga ia tak mampu bayar pengacara mahal dan tak bisa menyuap hakim dengan uang hasil curiannya yang tak seberapa serta  goblok, tak mengerti hukum, sehingga dengan mudahnya dipermainkan hukum itu sendiri. Berbeda nasibnya dengan koruptor, sudah kaya, pandai, berhasil menggondol uang miliaran pula, sehingga ia bisa  bayar pengacara paling mahal sekalipun, suap hakim pun ia bisa dan tentunya hukum di negeri ini akan dengan mudahnya dikelabuhinya. Dari sini kita bisa menyimpulkan kalau mau jadi maling di Indonesia itu, jangan nanggung!, yang banyak sekalian, yang gedhe sekalian, biar bisa buat bayar pengacara, biar bisa bayar hakim juga, dan biar bisa ngibulin (lagi) hukum di negeri ini. Lagian bukankah kitab-kitab yang dipakai hakim itu namanya KUHP (Kasih Uang Habis Perkara) dan KUHAP (Kasih Uang Habis Angkat Perkara)?

Di mana lagi mencari keadilan di negara ini. Mungkinkah di lembaga pengadil? Mungkinkah kepada para penegak hukum di negara ini, Sedangkan sepertinya mereka hanya menghargai orang mempunyai duit. Atau mungkin pada keadilan sedang tidak berada di Indonesia? Kalau memang benar ia sedang jalan-jalan, kita harapkan dia cepat pulang, dan memberesi permasalahan huku, di negeri ini.  Kalau keadilan tidak kunjung pulang kembali, mungkin ada sedikit "saran" bagi mereka yang masih nekat menempuh jalur sesat, jadi maling: "jangan nanggung-nanggung jadi maling di Indonesia!"
Oh Dear Indonesia...