12 Januari 2009

Palestinaku....

Ya Allah,
Dalam sebuah layar kaca, hatiku bertanya
apakah keadilan itu perlu diabaikan
Sekelompok manusia, laki-laki, perempuan
bahkan beberapa anak kecil
bertengger di perut ibunya
terduduk di atas genangan air mata
Aku tidak mengutip kilasan berita yang jarang dinikmati,
tapi lihatlah, beberapa orang terkelupas kulitnya
beberapa lainnya mengelupas kulit punggung penderitaan
sambil mengelupas luka-luka kemarin sore

Peluru yang ditembakkan ke udara
Adalah gambaran nasib-nasib mereka
Segumpal darah membeku, sumber perdamaian
Di antara jerit hati,
isak tangis dan retakan tanah kelahiran
Perjanjian tercipta dari keserakahan kata
Penderitaan hidup mengkristal pada puncak
Energi perjuangan. Sebuah bendungan tebal kokoh
Dan bom-bom waktu yang ingin meledakkan diri
belum juga sungai-sungai yang mengalirkan darah
ke muara-muara sunyi jauh penjuru semesta
akan mengeras. Seperti ombak
yang senantiasa digarami waktu

Di lembah negara-negara yang masih perawan
Mereka menanggalkan jubah dan status, merangkai, menyambung, menjahit dan merajut kulit penderitaan, menjadi hiasan ornamen kehidupan
Darah yang keluar menetes perlahan
ketika jarum jam mengeratkan
mereka oleskan untuk menghitung angka-angka
usia ketidakmapanan
Tercium anyir darah dan bau lumpur tercemar amis
Tapi kanpankah tanah kelahiran akan kembali
Tak jumpai jawaban berarti
hanya danau airmata menggenang

Palestina,
Negeri sempit, pendudukmu bagai angsa-angsa putih,
dan sebuah nilai perjuangan berkobar di atas jantungmu
Belum juga ada kedamaian atau kemerdekaan berdentang
Yang ada hanya mereka dengan kata-kata zionism-nya
Menoreh darah derita pada permukaan pasir suci
Hanya kau, Palestina, dengan sebutir peluru di dada
menghirup nafaspun sesak,
letusan dan kedamaian beku

Masya Allah,
Berpuluh tahun para peserakah datang dan pergi
mengumbar angkara
Perang, puing-puing, mayat-mayat, bangkai berserakan
Sebuah perjanjian tak berarti akan selesaikan nasibnya
di belantara negeri yang sedang terbakar
Pion-pion perdamaian kini tak lagi berpacu
Sementara anjing zionis menyalak berdalih
Dan pioner itupun menundukkan kepala
di atas bukit pyramid
dengan teriakan melengking seperti jeritanmu
yang diberondong seribu peluru

Palestina,
Adalah bukti kekusutan pikiran logika kita
Adalah keangkuhan dan ketakberdayaan kita
Adalah nurani keimanan kita yang terkoyak
Adalah kepanikan manusia atas diri sendiri,
dibodohi, diingkari, dinodai
di atas selembar perjanjian tak berujung

Akupun memandang pada kita yang berperasaan tolol dan tidak jelas ejaannya, namun aku juga melihat wajah mereka sedemikian polosnya, tidak tampak bahagia, juga bergelimang putus asa

Hatiku berkecamuk ketika kudengar mulut-mulut peserakah berkoar
sehingga paha mulus zionis sekarang
menantangku berkelahi
di tanah Gaza yang terbangun
oleh benteng-benteng kemurkaan

Ya Allah,
Di ujung pernyataan ini,
kukatakan bahwa Kau sangat diplomatis
karena kau pulalah yang dulu mengilhami
dan mengajarkan dialektika
pada kaum-kaum perusak perdamaian
dalam permainan selembar kulit kertas
tereja mulut cincin

Namun sesungguhnya, mereka sekedar ingin belajar mengerjakan apa yang tidak Kau sukai serta meninggalkan apa yang Kau sukai

Dalam tujuan apa, aku masih belajar mencari tahu
Tapi … dalam jalan-Mu yang penuh lorong panjang
di situlah keadilan-Mu bertitel Maha bertahta
Kau janjikan status Maha Pemurah dan Maha Keadilan.

"Allahumma ij’al ardho Palistiin, maqobiro lahum min al-Isroiliyyiin wal Amriqiyyiin”