Malam ini, memang kelihatan lebih bersinar dengan hadir bulan purnama. Mungkin sang empunya cahaya malam itu iba melihatku melewati gelapnya malam tanpa seorangpun di sisiku. Tapi tak ia sadari, hadirnya malah membuat kegundahan hati ini semakin terlihat.
Aku diam, mataku terpejam di kamar yang mungkin tak pantas kau sebut kamar, dalam heningku, pandanganku jauh, menembus dimensi cakrawala waktu, aku melihat ke masa lampau, saat aku masih bermimpi tentangmu. Betapa indahnya impianku saat itu, aku duduk di kursi taman, kamu ada disisi, dengan bunga-bunga bertebaran di sekeliling kita, entah malaikat mana yang baik hati menaburi taman ini dengan puspa nan indah. Aku bercerita tentangnya indahnya dunia dan kamu menyambutnya dengan senyum manis khasmu, indahnya malam yang saat itu dihiasi bulan purnama masih kalah jauh dibandingkan dengan eloknya wajahmu. Dan kita melewati malam itu dengan penuh suasana firdaus. Oh indahnya. Setelah beberapa saat aku tersadar dan membuka matak kembali dan tersadar itu semua hanyalah angan, angan yang mungkin tak lagi bisa kucapai. Ah sekarang andai kamu masih ada disisi mencipta harapan.
Pernah kita melewati hari-hari bersama. Selama itu aku senantiasa berusaha menjadi pemenuh harapanmu. Selalu. Tak pernah sedetikpun aku alihkan perhatianku padamu, hingga udara yang kuhirup pun cemburu padamu, saking gilanya aku padamu. Iya aku pernah gila, perasaan yang sampai sekarang masih berusaha kumengerti. Bahkan setiap orang yang melihat aku bersamamu, mereka pasti tahu akan gerak gerikku, aku yang menyukaimu. Namun kau tak pernah mengerti, apa yang sedang kurasa.
Aku tak pernah putus asa, aku masih percaya bahwa benih cinta akan selalu tumbuh bahkan di tempat yang infertile sekalipun. Ya infertile, di tanah yang tak subur sekalipun cinta bisa tumbuh, aku percaya, aku yakin kesabaranku bisa meruntuhkan kerasnya benteng perasaanmu. Tapi apa yang terjadi? Kau diam, selalu diam seribu bahasa ketika aku ajak bicara tentang hubungan ini. Ribuan hari aku lewati bersamamu. Hingga aku harus terpisah denganmu, kau tak pernah mau mengerti. Aku tak pernah bisa memahami betapa misteriusnya hatimu, mengapa perasaan wanita itu begitu kompleks.
"aku masih percaya bahwa benih cinta akan selalu tumbuh bahkan di tempat yang infertile sekalipun"
Sampai sebulan yang lalu, aku masih bertahan dengan harapan itu, hidup dengan perhatian itu untukmu. Hingga seorang dari masa lalu hadir memberitahuku, akupun jadi mengerti bahwa kau mencintai satu pria, dan jelas pria bukan aku. Mungkin aku sudah lama tak melihatmu, semenjak kita terpisah jarak, tapi aku bisa membayangkan betapa bahagianya dirimu, kamu akan dilamar oleh pria ini bukan? Iya, orang itu menceritakannya semuanya padaku. Kamu sebenarnya mengerti akan perhatianku, namun kau memilih diam.
Kecewa aku mendengar ceritanya, kecewa. Bukan karena aku tidak suka melihat kamu bahagia. Aku kecewa, pada sikapmu padaku dahulu, namun aku lebih kecewa, bahwa bukan diri ini yang ada dibalik kebahagianmu saat ini. Sakit. aku memang tak pernah berhati besar, untuk mengerti bahwa kau yang pernah kucintai sepenuh hatiku, hingga setiap tetes darah yang melewati hati sebelum menyebar ke seluruh tubuhku ini tahu betapa besar aku menaruh harap padamu. Tapi kamu memilih orang lain untuk menyempurnakan hidupmu.
Dan hingga saat ini kau masih diam, seribu bahasa, Malam ini, aku bertanya pada rembulan yang masih bersinar di langit sana, Apakah aku, orang yang memperlakukanmu dengan begitu baik selama ini harus merasakan diammu sampai saat ini? Kau tahu, diammu itu sungguh menyesakkan dada, andai kau mau angkat bicara tentang hubunganmu dengannya, mungkin aku tak pernah sesakit ini, semenderita ini.
Aku hanya menyayangkan sikap diammu itu. Aku tak menyalahkanmu, tak pernah. Kamu yang dulu pernah mengisi aliran darah ini, membuatku kenal baik dirimu, meski aku tak pernah bisa menjangkau bahasa hatimu, aku yakin kau tak pernah merancang ini semua untuk menyakitiku. Semoga saja begitu. Dan sampai saat ini aku masih bangga pada diri ini, aku pernah memperjuangkan rasa ini, pernah memperlakukanmu dengan cara terbaik yang aku mampu.
Kini, mungkin sudah saatnya aku mengakhiri kisah kita, kisah yang tak pernah menjadi sempurna, bahkan untuk menjadi kisah yang baik sekalipun. Meski sejatinya aku tak pernah yakin, setiap kepingan kenangan ini sudah pasti akan terus menghantuiku, entah sampai kapan.
Kini, saatnya aku mencari seseorang yang lain, seseorang yang bukan kamu, seseorang yang akan melengkapi kisah hidupku sehingga menjadi kisah yang sempurna, semoga masih ada seseorang di dunia ini yang akan mengisi puzzle yang hilang di hatiku dengan penuh cinta.